Indonesia adalah negara kepulauan terbesar dan negara dengan populasi
terbanyak nomor empat di dunia. Terdiri dari lima pulau besar dan 30
kepulauan kecil, jumlah keseluruhan mencapai 17.508 pulau dengan 6000 di
antaranya telah dihuni. Terbentang sepanjang 5.150 km di antara benua
australia dan asia serta membelah samudera hindia dan pasifik di bawah
garis kathulistiwa. Nama Indonesia adalah campuran dua kata yunani:
?Indos? berarti Indian dan ?Nesos? berarti kepulauan. Lima pulau-pulau
terbesar adalah Kalimantan atau lebih tepat dikatan dua pertiga pulau
Borneo (539.450 km?), Sumatera (473.606 km?), Papua, yang setengahnya
adalah bagian dari New Guniea (421.952 km?), Sulawesi (189.035 km?)
serta jawa dan madura (132.035 km?). Sebagai sebuah republik yang
demokratis, Indonesia terbagi menjadi 32 Provinsi dan daerah otonomi
khusus serta secara geografis dapat dipilah menjadi 4 kelompok. Pertama
adalah sunda besar, meliputi pulau-pulau besar seperti Sumatera, Jawa,
Kalimantan dan Sulawesi. Kedua adalah sunda kecil meliputi pulau-pulau
kecil dari bali hingga (arah timur) Timor. Ketiga adalah Maluku termasuk
juga semua pulau di antara Papua dan Sulawesi. Kelompok ke empat adalah
papua yang terletak di ujung paling timur negara kesatuan republik
Indonesia. Posisi ynag strategis dari kepulauan serta sejarah Indonesia,
baik politik maupun ekonomi telah dikondisikan sedemikan rupa oleh
letak geografisnya.
Iklim
Bagian terpenting dari negara ini ditentukan oleh dalam batas rantai
hujan gari kathulistiwa. Hal ini memiliki karakter sebuah iklim tropis.
Posisi georafis juga menjadikan Indonesia menjadi sebuah kepulauan yang
sebagian pulau kecilnya dikelilingi oleh lautan. Hal tersebut juga
memungkinkan sebuah sirkulasi udara yang aktiv. Hasilnya, iklim yang ada
tidak terlalu berbeda dengan daerah kathulistiwa lainnya di
samudera-samudera lainnya di seluruh dunia. Hujan melimpah, temperatur
dan kelembaban yang tinggi menjadi iklim rata-rata daerah Indonesia.
Rata-rata temperatur terendah adalah 18 derajat celcius. Lebih lanjut
lagi kedekatan dengan benua asia dan australia memberikan kepulauan
indonesia krakteristik asia yang menjadi alternativ sesuai dengan
musimnya. Perdagangan dan angin musim hujan datang dari samudera hindia
dan pasifik menyifatkan karakter iklim tropis.
Di Indonesia berlaku hanya dua musim cuaca, musim kering dan basah,
atau disebut juga musim hujan. Di sebagian daerah, musim hujan turun
dari bulan desember hingga maret sedangkan musim kering dari bulan mei
hingga oktober, dengan priode transisi yang dikarakteristikkan oleh
pergantian angin dan cuaca yang berubah-ubah pada bulan-bulan maret
hingga mei dan september hingga november. Periode transisi di antara dua
musim ini menjadikan silih bergantinya hari dengan sinar matahari penuh
dan hujan-hujan selingan. Bahkan pada pertengahan musim hujan
temperatur berkisar 21 derajat celcius (70 derajat farenheit) hingga 33
derajat celcius (90 derajat fahrenheit), kecuali daerah yang berada di
lintang atas bisa lebih dingin. Hujan terlebat menurut catatan terjadi
pada bulan Desember dan Januari setiap tahunnya.
Fauna & Flora
Fauna
Kepulauan Indonesia letaknya menjadi satu dari batas geografis
penyebaran hewan yang paling luar biasa di dunia, merujuk balik ke zaman
es ketika banjir besar melanda dunia. Pada zaman es, Jawa, Sumatera Kan
kalimantan terletak pada dataran Sunda serta menyatu dengan lainnya ke
dataran benua Asia, sedangkan Papua dan benua Australia terletak pada
sahul tersendiri pada zaman tersebut. Segresi geografis tersebut
menjelaskan mengapa beberapa spesies fauna purba ditemukan di Jawa,
Sumatera dan Kalimantan sama sekali berbeda dengan yang berada di Papua.
Sama seperti juga beberapa binatang liar yag ada di Papua tidak
ditemukan di daerah lain.
Daerah di antara dua patahan (Maluku, Sulawesi, dan kepulauan Sunda
kecil) mempunyai jenis kekayaan fauna yang unik. Bagian terbesar dari
fauna daerah tidak ditemukan di Sulwesi, meskipun hanya berjarak 50 km
dari kalimantan menyeberang selat makasar, dan pulau-pulau, seperti
Seram dan Halmahera, yang terdekat dengan papua sebagian besar tidak
memiliki fauna. Hal ini disebabkan hadirnya sebuah selat yang dalam
antara Kalimantan dan Sulawesi serta dalamnya laut Banda sehingga
kelompok pulau-pulau tidak pernah saling berhubungan satu sama lainnya
pada zaman es. Para ilmuwan menggambarkan situasi ini ke dalam tiga era
fauna: Wallace ( era pergeseran dari selatan menuju utara lewat selat
Lombok dan Makasar, berakhir hingga tenggara Filipina), Weber (era
pergeseran dan melewati lautan antara Maluku dan Sulawesi) dan Lydekker
(era pergeseran daerah tepi sahul , yang menyusuri perbatasan barat
Papua dan benua Australia)- meskipun sebagian dari mereka lebih suka
mengkarakteristikkanya daerah tersebut sebagai sebagai ?subtractible
transition zone?.
Informasi yang diperoleh dari catatan paleontology menyatakan bahwa
jumlah spesies ynag diketahui pada hari ini lebih sedikit dari masa
lalu. Punahnya sebagian spesies binatang tersebut kemungkinan terjadi
karena kelaziman proses ekologi dan proses evolusi terkait dengan
berbagai faktor kenaikan batas air laut, perubahan iklim dan habitat.
Sebagai contoh, di Jawa, setidaknya lebih dari 75 spesies mamalia yang
diketahui sebagai fosil, 35 telah punah, 20 masih selamat dan 20 lainnya
punah di jawa akan tetapi masih ditemukan di tempat lain di asia.
Proses kepunahan binatang di pulau jawa pada akhir-akhir ini terkait
dengan pengaruh manusia terhadap ekosistem yang ada.
Orang utan (pongo pygemaeus), ditemukan hanya di Sumatera dan
Kalimantan, sangat bergantung sekali terhadap habitat hutan asalnya.
Oleh sebab itu untuk melindungi habitat mereka, Indonesia bekerjasama
dengan World Wildlife Fund (WWF) telah mendirikan Proyek ?Rehabilitasi
Orang Utan? di kawasan Bahorok dan Tanjung Puting, khususnya di Sumatera
dan Kalimantan, untuk melatih kembali orang utan yang pernah tertangkap
agar bisa kembali hidup di alam bebas.
Komodo (Varanus komoensis) adalah kadal terbesar di dunia, mencapai
panjang hingga 2 dan 3 meter, berasal dari kelompok cara satwa komodo,
melingkupi pulau komodo, padar dan rinca, di timur pulau jawa, di bagian
pantai barat pulau flores.
Dikarenakan terisloasi secara geografis dari daratan lain selama jangka
waktu yang cukup lama bila dibandingkan dengan pulau-pulau besar
lainnya, Sulawesi memiliki kelompok fauna yang unik melingkupi spesies
endemi dan variasinya. Babirusa (Babyroussa) dan anoa, banteng kecil
yang menghuni hutan masuk ke dalam binatang endemi sulawesi yang
menarik. Binatang endemi mamalia sulawesi lainnya yang menarik
adalah musang besar (Macrogalidia musschenbroeki), musang terbesar di
antara musang lainnya, kelompok spesies tarsier (Tarsius spectrum) dan
bentuk lainnya dari makau sulawesi (Cynopithecus niger).
Di antara banyaknya spesies burung di Sulawesi, dua spesies burung
megapode, unggas maleo dan shrubhen sulawesi adalah yang sangat menarik.
Daerah papua dan maluku sangat kaya dengan aneka ragam burung berwarna,
mulai dari kasuari bersuara indah yang tidak terbang (casuarius) hingga
burung-burung berbulu bersinar dari keluarga burung Paradiseidae dan
Ptilinorhynhidae (kesemuanya lebih dari 40 spesies) serta sejumlah
keluarga burung beo.
Anggota lainnya dari fauna timur adalah burung enggang keluarga
Bucerotidae, yang terkenal karena keindahan paruh dengan kaki yang
kurus, gajah (elephas indicus), menjelajahi hutan-hutan kalimantan dan
sumatera, harimau sumatera (panthera tigris sumatrae), serta sejumlah
kecil harimau jawa (panthera tigris sondaica) yang tersisa macaquel
mentawai dan monyet mentawai (macoca pagensis dan prebystis potenziani)
hanya ditemukan di pulau mentawai, di sebelah barat pantai sumatera,
sejumlah kecil badak bercula satu (rhinoceros sondaicus) hanya ditemukan
di cagar alam ujung kulon, jawa barat.
Selain itu semua masih banyak hewan menarik lainnya, seperti banteng
(boss javanicus), kanguru pohon (dorcopsis mulleri) dari papua,
lumba-lumba air tawar (orcaella brevirostris) dari sungai mahakam di
kalimantan dan monyet proboscis yang juga dari kalimantan. Sebagai
tambahan masih banyak variasi menawan lainnya dari jenis burung seperti
bangau, pekakak, elang, rajawali, dan banyak lainnya, ribuan spesies
serangga, kura-kura darat serta berbagai macam jenis lainnya dari kadal
dan ular, berikut spesies eksotis dari ikan, udang, kerang dan macam
araga binatang air lainnya yang hidup baik di air tawar maupun asin.
Flora
Indonesia terletak ke dalam wilayah tumbuhan melanesia, meliputi
semenanjung selatan Malaysia, kepulauan Indonesia, Filipina serta
seluruh Papua New Guinea dan Papua kecuali pulau Salomon. Sebagian besar
wilayah Melanesian tertutupi oleh tumbuhan hujan tropis yang lebat dan
subur, lahan yang senantiasa basah ini memiliki sejumlah besar spesies
pepohonan yang meliputi epiphytes, saprophytes dan lianas. Karakteristik
tersebut dan sejumlah besar spesies genus serta spesies endemic dalam
wilayah ini menjadikan kekayaan flora Indonesia menjadi sangat berbeda
dengan daratan benua tetangga di Asia dan Australia, begitu juga dengan
flora daerah tropis lainnya dari belahan dunia yang lain. Kekayaan
wilayah melanesia diwakili sebagian besar oleh bagian yang dimiliki
Indonesia, tergambar dari hunian bagi hampir 40.000 spesies tumbuhan,
atau sekitar 10-12 % dari jumlah perkiraan spesies tumbuhan di seluruh
dunia.
Dengan ketinggian 1000 m, pengembangan yang lebih baik dari apa yang
termasuk ke dalam kelompok temperatur normal dapat dilihat seperti
adanya rosaceae, lauraceae, fogaceae dll. Di dataran yang lebih tinggi,
ditemukan hutan elfin atau lumut dan tumbuh-tumbuhan alpen, akan tetapi
jika dibandingkan hal ini menjadi tidak signifikan karena sebagian besar
bagian Indonesia adalah lahan yang berada di dataran rendah.
Seperti yang diharapkan, kekayaan flora Indonesia mengandung banyak
tumbuhan tropis yang unik, contohnya rafflesia arnoldi, yang hanya
ditemukan di beberapa tempat di Sumatera, termasuk bunga terbesar di
dunia; tanaman parasit ini tumbuh pada tanaman
tertentu akan tetapi tidak memproduksi daun. Dari daerah yang sama di
Sumatera terdapat juga tumbuhan lainnya yang besar, Amorphoplalus
titanium, dengan tampilannya yang sangat besar. Tanaman pemakan serangga
(nepenthea Spp) memiliki beberapa spesies yang berbeda dari daerah
lainnya di barat Indonesia. Anggrek myrad yang ditemukan di Indonesia
sangat kaya akan bentuk dan ukurannya, termasuk sebagai anggrek
terbesar, angrek macan grammatophyllum speciosum, hingga yang spesies
terkecil dan mungil taeniophyllum yang digunakan masyarakat setempat
sebagai makanan dan kerajinan tangan. Lahan tanah di Indonesia sangat
kaya akan air sehingga memungkinkan tumbuhnya jamur seperti grow lux
horsehair blight, spesies luminescent, mould jelanga dan jamur hitam.
Lebih jauh lagi, flora yang ada menjadikan tanaman indonesia sangat
berlimpah pada spesies kayu. Keluarga dpterocarp sangat terkenal di
dunia sebagai sumber utama kayu (meranti) sebagaimana resin dan sayuran
gemuk, tengkawang atau kacang illipe. Ramin, jenis kayu berharga untuk
perabotan, termasuk dari spesies ganystylus, sementara kayu sandal,
eboni, ulin dan kayu palembang diambil langsung dari hutan. Selain itu,
Indonesia juga dikenal akan kayu jati, sebuah produk dari hutan buatan
di jawa.
Memandang kekayaan flora Indonesia tidak mengagetkan jika masyarakat
Indonesia sangat bergantung sekali dari sumber daya alam yang ada untuk
mendukung kehidupan mereka sehari-hari. Diperkirakan ada 6000 spesies
tanaman Indonesia yang langsung digunakan oleh masyarakat setempat. Ciri
khas di era modern ini mungkin adalah penggunaan tumbuhan sebagai
sumber bahan baku mentah ramuan obat tradisional (Jamu) serta untuk
keperluan perayaan, adat-istiadat dan tradisi.
Welcome To My Blog,,,
Senin, 24 Juni 2013
Geografi Indonesia
indonesia memiliki sekitar 17.504 pulau (menurut data tahun 2004; lihat pula: jumlah pulau di indonesia ), sekitar 6.000 di antaranya tidak berpenghuni tetap, menyebar sekitar katulistiwa, memberikan cuaca tropis. Pulau terpadat penduduknya adalah pulau Jawa, di mana lebih dari setengah (65%) populasi Indonesia. Indonesia terdiri dari 5 pulau besar, yaitu: jawa, barat, Kalimantan, Sulawesi, dan Irian Jaya dan rangkaian pulau-pulau ini disebut pula sebagai kepulauan Nusantara atau kepulauan Indonesia.
Peta garis kepulauan Indonesia, Deposit oleh Republik Indonesia pada daftar titik-titik koordinat geografis berdasarkan pasal 47, ayat 9, dari Konvensi PBB tentang Hukum Laut
Indonesia memiliki lebih dari 400 gunung berapi and 130 di antaranya termasuk gunung berapi aktif. Sebagian dari gunung berapi terletak di dasar laut dan tidak terlihat dari permukaan laut. Indonesia merupakan tempat pertemuan 2 rangkaian gunung berapi aktif (Ring of Fire). Terdapat puluhan patahan aktif di wilayah Indonesia.
Daftar isi
|
Keadaan alam
Sebagian ahli membagi Indonesia atas tiga wilayah geografis utama yakni:
Kepulauan Sunda Besar meliputi pulau Jawa, Sumatra, Kalimantan, Sulawesi.
Kepulauan Sunda Kecil meliputi Bali, Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur.
Kepulauan Maluku dan Irian
Pada zaman es terakhir, sebelum tahun 10.000 SM (Sebelum Masehi), pada bagian barat Indonesia terdapat daratan Sunda yang terhubung ke benua Asia dan memungkinkan fauna dan flora Asia berpindah ke bagian barat Indonesia. Di bagian timur Indonesia, terdapat daratan Sahul yang terhubung ke benua Australia dan memungkinkan fauna dan flora Australia berpindah ke bagian timur Indonesia. Pada bagian tengah terdapat pulau-pulau yang terpisah dari kedua benua tersebut.
Karena hal tersebut maka ahli biogeografi membagi Indonesia atas kehidupan flora dan fauna yakni:
Daratan Indonesia Bagian Barat dengan flora dan fauna yang sama dengan benua Asia.
Daratan Indonesia Bagian Tengah (Wallacea) dengan flora dan fauna endemik/hanya terdapat pada daerah tersebut.
Daratan Indonesia Bagian Timur dengan flora dan fauna yang sama dengan benua Australia.
Ketiga bagian daratan tersebut dipisahkan oleh garis maya/imajiner yang dikenal sebagai Garis Wallace-Weber, yaitu garis maya yang memisahkan Daratan Indonesia Barat dengan daerah Wallacea (Indonesia Tengah), dan Garis Lyedekker, yaitu garis maya yang memisahkan daerah Wallacea (Indonesia Tengah) dengan daerah IndonesiaTimur.
Berdasarkan Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN) 1993, maka wilayah Indonesia dibagi menjadi 2 kawasan pembangunan:
Kawasan Barat Indonesia. Terdiri dari Jawa, Sumatra, Kalimantan, Bali.
Kawasan Timur Indonesia. Terdiri dari Sulawesi, Maluku, Irian/Papua, Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur.
Kepulauan Sunda Besar
Terdiri atas pulau-pulau utama: Sumatra, Kalimantan, Jawa dan Sulawesi dan dengan ribuan pulau-pulau sedang dan kecil berpenduduk maupun tak berpenghuni. Wilayah ini merupakan konsentrasi penduduk Indonesia dan tempat sebagian besar kegiatan ekonomi Indonesia berlangsung.
Pulau Sumatra
Pulau Sumatra, berdasarkan luas merupakan pulau terbesar keenam di dunia. Pulau ini membujur dari barat laut ke arah tenggara dan melintasi khatulistiwa, seolah membagi pulau Sumatra atas dua bagian, Sumatra belahan bumi utara dan Sumatra belahan bumi selatan. Pegunungan Bukit Barisan dengan beberapa puncaknya yang melebihi 3.000 m di atas permukaan laut, merupakan barisan gunung berapi aktif, berjalan sepanjang sisi barat pulau dari ujung utara ke arah selatan; sehingga membuat dataran di sisi barat pulau relatif sempit dengan pantai yang terjal dan dalam ke arah Samudra Hindia dan dataran di sisi timur pulau yang luas dan landai dengan pantai yang landai dan dangkal ke arah Selat Malaka, Selat Bangka dan Laut China Selatan.
Di bagian utara pulau Sumatra berbatasan dengan Laut Andaman dan di bagian selatan dengan Selat Sunda. Pulau Sumatra ditutupi oleh hutan tropik primer dan hutan tropik sekunder yang lebat dengan tanah yang subur. Gungng berapi yang tertinggi di Sumatra adalah Gunung Kerinci di Jambi, dan dengan gunung berapi lainnya yang cukup terkenal yaitu Gunung Leuser di Nanggroe Aceh Darussalam dan Gunung Dempo di perbatasan Sumatera Selatan dengan Bengkulu. Pulau Sumatra merupakan kawasan episentrum gempa bumi karena dilintasi oleh patahan kerak bumi disepanjang Bukit Barisan, yang disebut Patahan Sumatra; dan patahan kerak bumi di dasar Samudra Hindia disepanjang lepas pantai sisi barat Sumatra. Danau terbesar di Indonesia, Danau Toba terdapat di pulau Sumatra.
Kepadatan penduduk pulau Sumatra urutan kedua setelah pulau Jawa.
Saat ini pulau Sumatra secara administratif pemerintahan terbagi atas 8 provinsi yaitu:
Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Bengkulu dan Lampung dan 2 provinsi lain yang merupakan pecahan dari provinsi induk di pulau Sumatra yaitu Riau Kepulauan dan Kepulauan Bangka Belitung.
Pulau Kalimantan (Borneo)
Kalimantan merupakan nama daerah wilayah Indonesia di pulau Borneo (wilayah negara Malaysia dan Brunei juga ada yang berada di pulau Borneo), berdasarkan luas merupakan pulau terbesar ketiga di dunia, setelah Irian dan Greenland. Bagian utara pulau Kalimantan, Sarawak dan Sabah, merupakan wilayah Malaysia yang berbatasan langsung dengan Kalimantan wilayah Indonesia dan wilayah Brunei Darussalam; di bagian selatan dibatasi oleh Laut Jawa. Bagian barat pulau Kalimantan dibatasi oleh Laut China Selatan dan Selat Karimata; di bagian timur dipisahkan dengan pulau Sulawesi oleh Selat Makassar. Di bagian tengah pulau merupakan wilayah bergunung-gunung dan berbukit; pegunungan di Kalimantan wilayah Indonesia tidak aktif dan tingginya dibawah 2.000 meter di atas permukaan laut; sedangkan wilayah pantai merupakan dataran rendah, berpaya-paya dan tertutup lapisan tanah gambut yang tebal.
Pulau Kalimantan dilintasi oleh garis katulistiwa sehingga membagi pulau Kalimantan atas Kalimantan belahan bumi utara dan Kalimantan belahan bumi selatan. Kesuburan tanah di pulau Kalimantan kurang bila dibanding kesuburan tanah di pulau Jawa dan pulau Sumatera, demikian pula kepadatan penduduknya tergolong jarang. Pulau Kalimantan sama halnya pulau Sumatera, diliputi oleh hutan tropik yang lebat (primer dan sekunder). Secara geologik pulau Kalimantan stabil, relatif aman dari gempa bumi (tektonik dan vulkanik) karena tidak dilintasi oleh patahan kerak bumi dan tidak mempunyai rangkaian gunung berapi aktif seperti halnya pulau Sumatera, pulau Jawa dan pulau Sulawesi. Sungai terpanjang di Indonesia, Sungai Kapuas, 1.125 kilometer, berada di pulau Kalimantan.
Saat ini pulau Kalimantan secara administratif pemerintahan terbagi atas 4 provinsi yaitu:
Pulau Jawa
Pulau Jawa, merupakan pulau yang terpadat penduduknya per kilometer persegi di Indonesia. Pulau melintang dari Barat ke Timur, berada di belahan bumi selatan.
Barisan pegunungan berapi aktif dengan tinggi di atas 3.000 meter di atas permukaan laut berada di pulau ini, salah satunya Gunung Merapi di Jawa Tengah dan Gunung Bromo di Jawa Timur yang terkenal sangat aktif. Bagian selatan pulau berbatasan dengan Samudera India, pantai terjal dan dalam, bagian utara pulau berpantai landai dan dangkal berbatasan dengan Laut Jawa dan dipisahkan dengan pulau Madura oleh Selat Madura. Di bagian barat pulau Jawa dipisahkan dengan pulau Sumatera oleh Selat Sunda dan di bagian timur pulau Jawa dipisahkan dengan pulau Bali oleh Selat Bali.
Hutan di pulau Jawa tidak selebat hutan tropik di pulau Sumatera dan pulau Kalimantan dan areal hutan dipulau Jawa semakin sempit oleh karena desakan jumlah populasi di pulau Jawa yang semakin padat dan umumnya merupakan hutan tersier dan sedikit hutan sekunder. Kota-kota besar dan kota industri di Indonesia sebagian besar berada di pulau ini dan ibukota Republik Indonesia, Jakarta, terletak di pulau Jawa. Secara geologik, pulau Jawa merupakan kawasan episentrum gempa bumi karena dilintasi oleh patahan kerak bumi lanjutan patahan kerak bumi dari pulau Sumatera, yang berada dilepas pantai selatan pulau Jawa.
Saat ini pulau Jawa secara administratif pemerintahan terbagi atas 6 provinsi yaitu: Banten, Daerah Khusus Ibukota Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Daerah Istimewa - Yogyakarta, dan Jawa Timur.
Pulau Sulawesi
Pulau Sulawesi, merupakan pulau yang terpisah dari Kepulauan Sunda Besar bila ditilik dari kehidupan flora dan fauna oleh karena garis Wallace berada di sepanjang Selat Makassar, yang memisahkan pulau Sulawesi dari kelompok Kepulauan Sunda Besar di zaman es. Pulau Sulawesi merupakan gabungan dari 4 jazirah yang memanjang, dengan barisan pegunungan berapi aktif memenuhi lengan jazirah, yang beberapa di antaranya mencapai ketinggian di atas 3.000 meter di atas permukaan laut; tanah subur, ditutupi oleh hutan tropik lebat (primer dan sekunder).
Sulawesi dilintasi garis katulistiwa di bagian seperempat utara pulau sehingga sebagian besar wilayah pulau Sulawesi berada di belahan bumi selatan. Di bagian utara, Sulawesi dipisahkan dengan pulau Mindanao - Filipina oleh Laut Sulawesi dan di bagian selatan pulau dibatasi oleh Laut Flores. Di bagian barat pulau Sulawesi dipisahkan dengan pulau Kalimantan oleh Selat Makassar, suatu selat dengan kedalaman laut yang sangat dalam dan arus bawah laut yang kuat. Di bagian timur, pulau Sulawesi dipisahkan dengan wilayah geografis Kepulauan Maluku dan Irian oleh Laut Banda.
Pulau Sulawesi merupakan habitat banyak satwa langka dan satwa khas Sulawesi; di antaranya Anoa, Babi Rusa, kera Tarsius. Secara geologik pulau Sulawesi sangat labil secara karena dilintasi patahan kerak bumi lempeng Pasifik dan merupakan titik tumbukan antara Lempeng Asia, Lempeng Australia dan Lempeng Pasifik.
Saat ini pulau Sulawesi secara administratif pemerintahan terbagi atas 6 provinsi yaitu:
Kepulauan Sunda Kecil
Kepulauan Sunda Kecil merupakan gugusan pulau-pulau lebih kecil membujur di selatan katulistiwa dari pulau Bali di bagian batas ujung barat Kepulauan Sunda Kecil, berturut-turut ke timur adalah, pulau Lombok, pulau Sumbawa, pulau Flores, pulau Solor, pulau Alor; dan sedikit ke arah selatan yaitu pulau Sumba, pulau Timor dan pulau Sawu yang merupakan titik terselatan gugusan Kepulauan Sunda Kecil.
Kepulauan Sunda Kecil merupakan barisan gunung berapi aktif dengan tinggi sekitar 2.000 sampai 3.700 meter di atas permukaan laut. Diantaranya yang terkenal adalah Gunung Agung di Bali, Gunung Rinjani di Lombok, Gunung Tambora di Sumbawa dan Gunung Lewotobi di Flores. Kesuburan tanah di Kepulauan Sunda Kecil sangat bervariasi dari sangat subur di Pulau Bali hingga kering tandus di Pulau Timor. Di bagian utara gugus kepulauan dibatasi oleh Laut Flores dan Laut Banda dan di selatan gugus kepulauan ini dibatasi oleh Samudera Hindia. Di bagian barat Kepulauan Sunda Kecil dipisahkan dengan pulau Jawa oleh Selat Bali dan di bagian timur, berbatasan dengan Kepulauan Maluku dan Irian (dipisahkan oleh Laut Banda) dan dengan Timor Leste berbatasan darat di pulau Timor.
Berdasarkan kehidupan flora dan fauna maka sebenarnya pulau Bali masih termasuk Kepulauan Sunda Besar karena garis Wallace dari Selat Makassar di utara melintasi Selat Lombok ke selatan, memisahkan pulau Bali dengan gugusan Kepulauan Sunda Kecil lainnya di zaman es.
Hutan di Kepulauan Sunda Kecil sangat sedikit, bahkan semakin ke timur gugus pulau maka hutan telah berganti dengan sabana; demikian juga kepadatan populasi di Kepulauan Sunda kecil sangat bervariasi, dari sangat padat di pulau Bali dan semakin ke timur gugus pulau maka kepadatan penduduk semakin jarang. Secara geologik, kawasan Sunda Kecil juga termasuk labil karena dilintasi oleh patahan kerak bumi di selatan gugusan Kepulauan Sunda Kecil yang merupakan lanjutan patahan kerak bumi diselatan pulau Jawa. Komodo, reptilia terbesar di dunia terdapat di pulau Komodo, salah satu pulau di kepulauan Sunda kecil. Danau Tiga Warna, merupakan kawasan yang sangat unik juga terdapat di Kepulauan Sunda Kecil, yaitu di Pulau Flores.
Saat ini secara administratif pemerintahan Kepulauan Sunda kecil dibagi atas 3 provinsi yaitu: *Bali, Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur.
Kepulauan Maluku dan Irian
Kepulauan Maluku dan Irian, terdiri dari 1 pulau besar yaitu pulau Irian dan beberapa pulau sedang seperti pulau Halmahera, pulau Seram, pulau Buru dan Kepulauan Kei dan Tanimbar serta ribuan pulau-pulau kecil lainnya baik berpenghuni maupun tidak. Garis Weber memisahkan kawasan ini atas dua bagian yaitu Irian dan Australia dengan kepulauan Maluku sehingga di kepulauan Maluku, flora dan fauna peralihan sedangkan di Irian, flora dan fauna Australia.
Sebagian besar kawasan ini tertutup hutan tropik primer dan sekunder yang lebat, kecuali di kepulauan Tanimbar dan Aru merupakan semak dan sabana. Gunung berapi yang tertinggi di kepulauan Maluku adalah Gunung Binaiya, setinggi 3.039 meter; sedangkan di pulau Irian pegunungan berapi aktif memlintang dari barat ke timur pulau, gunung yang tertinggi adalah Puncak Jaya setinggi 5.030 meter di atas permukaan laut.
Pulau Irian juga merupakan pulau dengan kepadatan penduduk yang paling jarang di Indonesia, yaitu sekitar 2 orang per kilometer persegi. Secara geologik, kawasan Maluku dan Irian juga termasuk sangat labil karena merupakan titik pertemuan tumbukan ketiga lempeng kerak bumi, Lempeng Asia, Lempeng Australia dan Lempeng Pasifik. Palung laut terdalam di Indonesia terdapat di kawasan ini, yaitu Palung Laut Banda, kedalaman sekitar 6.500 meter dibawah permukaan laut.
Saat ini secara administratif pemerintahan Kepulauan Maluku dan Irian dibagi atas:
Iklim
Indonesia mempunyai iklim tropik basah yang dipengaruhi oleh angin monsun barat dan monsun timur. Dari bulan November hingga Mei, angin bertiup dari arah Utara Barat Laut membawa banyak uap air dan hujan di kawasan Indonesia; dari Juni hingga Oktober angin bertiup dari Selatan Tenggara kering, membawa sedikit uap air. Suhu udara di dataran rendah Indonesia berkisar antara 23 derajat Celsius sampai 28 derajat Celsius sepanjang tahun.
Namun suhu juga sangat bevariasi; dari rata-rata mendekati 40 derajat Celsius pada musim kemarau di lembah Palu - Sulawesi dan di pulau Timor sampai di bawah 0 derajat Celsius di Pegunungan Jayawijaya - Irian. Terdapat salju abadi di puncak-puncak pegunungan di Irian: Puncak Trikora (Mt. Wilhelmina - 4730 m) dan Puncak Jaya (Mt. Carstenz, 5030 m).
Ada 2 musim di Indonesia yaitu musim hujan dan musim kemarau, pada beberapa tempat dikenal musim pancaroba, yaitu musim di antara perubahan kedua musim tersebut.
Curah hujan di Indonesia rata-rata 1.600 milimeter setahun, namun juga sangat bervariasi; dari lebih dari 7000 milimeter setahun sampai sekitar 500 milimeter setahun di daerah Palu dan Timor. Daerah yang curah hujannya rata-rata tinggi sepanjang tahun adalah Aceh, Sumatera Barat, Sumatera Utara, Riau, Jambi, Bengkulu, sebagian Jawa barat, Kalimantan Barat, Sulawesi Utara, Maluku Utara dan delta Mamberamo di Irian.
Setiap 3 sampai 5 tahun sekali sering terjadi El-Nino yaitu gejala penyimpangan cuaca yang menyebabkan musim kering yang panjang dan musim hujan yang singkat. Setelah El Nino biasanya diikuti oleh La Nina yang berakibat musim hujan yang lebat dan lebih panjang dari biasanya. Kekuatan El Nino berbeda-beda tergantung dari berbagai macam faktor, antara lain indeks Osilasi selatan atau Southern Oscillation.
Data-data geografis
Lokasi: Sebelah tenggara Asia, di Kepulauan Melayu antara Samudra Hindia dan Samudra Pasifik.
Koordinat geografis: 6°LU - 11°08'LS dan dari 95°'BT - 141°45'BT
Referensi peta: Asia Tenggara
Wilayah: total darat: 1.922.570 km² daratan non-air: 1.829.570 km² daratan berair: 93.000 km² lautan: 3.257.483 km²
Garis batas negara: SQZ total: 2.830 km: Malaysia 1.782 km, Papua Nugini 820 km, Timor Leste 228 km Negara tetangga yang tidak berbatasan darat: India di barat laut Aceh, Australia, Singapura, Filipina, Vietnam, Thailand, Brunei Darussalam, Kamboja, Thailand, Birma, Palau
Garis pantai: 54.716 km
Klaim kelautan: diukur dari garis dasar kepulauan yang diklaim zona ekonomi khusus: 200 mil laut laut yang merupakan wilayah negara: 12 mil laut
Cuaca: tropis; panas, lembap; sedikit lebih sejuk di dataran tinggi
Dataran: kebanyakan dataran rendah di pesisir; pulau-pulau yang lebih besar mempunyai pegunungan di pedalaman
Tertinggi & terendah: titik terendah: Samudra Hindia 0 m titik tertinggi: Puncak Jaya 5.030 m
Sumber daya alam: minyak tanah, kayu, gas alam, kuningan, timah, bauksit, tembaga, tanah yang subur, batu bara, emas, perak
Kegunaan tanah: tanah yang subur: 9,9% tanaman permanen: 7,2% lainnya: 82,9% (perk. 1998)
Wilayah yang diairi: 48.150 km² (perk. 1998)
Bahaya alam: banjir, kemarau panjang, tsunami, gempa bumi, gunung berapi, kebakaran hutan, gunung lumpur, tanah longsor.
Lingkungan - masalah saat ini: penebangan hutan secara liar/pembalakan hutan; polusi air dari limbah industri dan pertambangan; polusi udara di daerak perkotaan (Jakarta merupakan kota dengan udara paling kotor ke 3 di dunia); asap dan kabut dari kebakaran hutan; kebakaran hutan permanen/tidak dapat dipadamkan; perambahan suaka alam/suaka margasatwa; perburuan liar, perdagangan dan pembasmian hewan liar yang dilindungi; penghancuran terumbu karang; pembuangan sampah B3/radioaktif dari negara maju; pembuangan sampah tanpa pemisahan/pengolahan; semburan lumpur liar di Sidoarjo, Jawa Timur.
Lingkungan - persetujuan internasional:
bagian dari: Biodiversitas, Perubahan Iklim, Desertifikasi, Spesies yang Terancam, Sampah Berbahaya, Hukum Laut, Larangan Ujicoba Nuklir, Perlindungan Lapisan Ozon, Polusi Kapal, Perkayuan Tropis 83, Perkayuan Tropis 94, Dataran basah
ditanda tangani, namun belum diratifikasi: Perubahan Iklim - Protokol Kyoto, Pelindungan Kehidupan Lau
Kerajaan Majapahit
Kerajaan Majapahit adalah nama sebuah kerajaan Hindu di Jawa Timur.
Kerajaan ini didirikan oleh Raden Wijaya pada 1293. Pada masa
pemerintahan Raja Hayam Wuruk (1350-1389) yang didampingi oleh Patih
Gadjah Mada (1331-1364), Kerajaan Majapahit mengalami masa keemasannya. |
![]() | Kertarajasa Jayawardhana ![]() Raden Wijaya : (1309) Jayanegara : (1309-1328) Tribhuwanatunggaldewi : (1328-1350) Hayam Wuruk : (1350-1389) Wikramawardhana : (1389-1429) Suhita : (1429-1447) Kertawijaya : (1447-1451) Rajasawardhana : (1451-1453) Bhre Wengker : (1456-1466) Singhawikramawardhana : (1466-1468) Kertabhumi : (1468-1478) Ranawijaya/Girindrawardhana : (1478-?) |
Pasukan Raden Wijaya bekerjasama dengan Kubilai Khan yang berjumlah sekitar 20.000 orang. Dalam waktu singkat, Kerajaan Kediri hancur dan Raja Jayakatwang terbunuh. Pasukan Kubilai Khan kembali ke pelabuhan, namun di tengah perjalanan pasukan Raden Wijaya dengan bantuan pasukan Singasari dari Sumatera menyerang pasukan tersebut. Pasukan Kubilai Khan segera pergi dari tanah Jawa dan Raden Wijaya menjadi raja dengan gelar Kertarajasa Jayawardhana. | Wilayah Kekuasaan Wilayah kekuasaan Majapahit meliputi seluruh Jawa (kecuali tanah Sunda), sebagian besar P. Sumatera, Semenanjung Malaya, Kalimantan, dan Indonesia bagian timur hingga Irian Jaya. Perluasan wilayah ini dicapai berkat politik ekspansi yang dilakukan oleh Patih Mangkubumi Gadjah Mada. Pada masa inilah Kerajaan Majapahit mencapai puncak kejayaannya. Keruntuhan Majapahit Sepeninggal Raden Wijaya, Kerajaan Majapahit dilanda beberapa pemberontakan. Pemberontakan tersebut antara lain ialah pemberontakan Ranggalawe, Sora, dan Kuti selama masa pemerintahan Jayanegara (1309-1328), serta pemberontakan Sadeng dan Keta pada masa Tribhuwanatunggadewi (1328-1350). Pemberontakan baru dapat berakhir pada masa kekuasaan Raja Hayam Wuruk (1350-1389). Setelah masa kekuasaan Raja Hayam Wuruk, pamor Kerajaan Majapahit semakin menurun. Pada 1522, Kerajaan Majapahit hancur akibat terjadinya perang saudara. Selain itu, faktor yang juga mempengaruhi runtuhnya Kerajaan Majapahit ialah munculnya Kerajaan Malaka dan berkembangnya kebudayaan Islam. |
Pertumbuhan Ekonomi Indonesia
Masalah upah buruh dinilai bukan semata soal pendapatan dan persoalan para pekerja. Taraf hidup buruh bisa menjadi bahan koreksi dan evaluasi menyeluruh atas data ekonomi Indonesia, termasuk angka pertumbuhan ekonomi yang tercatat paling tinggi di kawasan ASEAN. Sayangnya, ketika ribuan buruh menggelar aksi peringatan Hari Buruh Sedunia dengan Jakarta sebagai pusatnya, Rabu (1/5/2013), Presiden Susilo Bambang Yudhoyono justru diagendakan pergi ke Jawa Timur.
"Di tengah situasi global tak menentu dan kepemimpinan nasional yang lemah, situasi ini dinilai semakin memperlambat peningkatan kualitas nasib buruh di Indonesia," kecam Wakil Ketua Umum Partai Gerakan Indonesia Raya Fadli Zon melalui layanan pesan, Rabu (1/5/2013). Dia mengatakan, meski Presiden SBY berkali-kali menyatakan pertumbuhan ekonomi Indonesia adalah yang tertinggi dan terbaik di ASEAN, justru upah buruh Indonesia yang terendah di ASEAN.
Thailand, sebut Fadli, punya upah minimum buruh ekuivalen Rp 2,1 juta-Rp 2,8 juta per bulan, Malaysia Rp 2,4 juta, dan Filipina Rp 3 juta. Sementara di Indonesia, upah minimum buruh hampir seluruhnya di bawah Rp 2 juta. "Hanya Jakarta yang sudah di atas Rp 2 juta, itu pun belum dilakukan semua perusahaan," ujar Fadli.
Ketika krisis global, lanjut Fadli, banyak investor memang masuk ke Indonesia. Namun, kata dia, minat investor itu pun lebih dipengaruhi oleh murahnya biaya buruh di negeri ini. "Tentu saja itu jadi angin segar untuk investor asing, tapi pada saat bersamaan merupakan mimpi buruk bagi nasib buruh Indonesia," kecam dia.
Nasib buruh
Pada saat upah buruh masih rendah, tambah Fadli, harga kebutuhan pokok justru terus melejit. Sebut saja kenaikan harga daging beberapa waktu lalu, bahkan bawang, yang jelas semakin menyusahkan buruh. Ditambah bila nanti harga bahan bakar minyak (BBM) jadi naik, kenaikan harga diperkirakan tetap akan terjadi, yang otomatis semakin menggerus daya beli.
Karena itu, Fadli berpendapat masalah rendahnya upah buruh justru diperburuk kegagalan pemerintah mengendalikan harga kebutuhan pokok. Selain itu, karut-marut kebijakan outsourcing masih saja menyandera hak buruh.
"Peningkatan kualitas hidup buruh, secara konstitusional, adalah tanggung jawab pemerintah," tegas Fadli. Seharusnya, hal itu bisa didukung dengan langkah-langkah seperti peningkatan infrastruktur bisnis dan birokrasi yang efisien sehingga pengusaha dapat meningkatkan keuntungan.
Dengan langkah konkret tersebut, ujar Fadli, tak lagi ada dalih pengusaha untuk tak memperbaiki taraf hidup buruh atau pekerjanya. "Bila buruh makmur, rakyat sejahtera," tegas Fadli sembari mengucapkan selamat Hari Buruh.
Kamis, 13 Juni 2013
Pendidikan Nilai Sosial dan Budaya bagi kader dalam keluarga kader dan lingkungan Sekolah karakter
Dalam beberapa waktu terakhir ini gencar sekali yang namanya pendidikan karakter,
hal ini pun seringkali didengungkan oleh presisden Republik Indonesia
Bapa Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Perlunya pengembangan karakter
peserta didik disetiap sekolah, yang menjadi dasar acuan nya pun
dibebaskan bergantung pada kebijakan sekolah, ada yang berbasis agama,
karakter kebangsaan, alam dan militer merupakan sebagian contoh sekolah
karakter yang dikembangkan di Indonesia. Dan beberapa pengamat dan
praktisi pendidikan pun sependapat mendengungkan tidak hanya kecerdasan
kognitif saja (IQ) yang dapat kembali membangun bangsa Indonesia tetapi
kecerdasan emosional pun (EQ dan ditunjang SQ yang kuat) yang dapat
membangun jati diri bangsa Indonesia. Maka dari itu banyak sekolah yang
mulai konsisten dengan program ini membangun pendidikan yang berkarakter
melalui tatanan nilai sosial dan budaya yang dibangun disekolah nya
masing-masing. Pendidikan karakter ini makin diminati karena
berdasaarkan penelitian di Harvard University Amerika Serikat (Ali
Ibrahim Akbar, 2000), ternyata kesuksesan seseorang tidak ditentukan
semata-mata oleh pengetahuan umum dan kemampuan teknis (hard skill)
saja, tetapi oleh kemampuan mengelola diri dan orang lain (soft skill).
Jadi dari penelitian ini diungkapkan bahwa kesuksesan hanya 20 persen
dari hardskill dan 80 persen untuk soft skill.
Pendidikan
nilai sosial budaya (PNSB) dalam keluarga dan lingkungan sekolah
memiliki peranan penting dalam upaya pengembangan kepribadian anak,
sebagaimana dikatakan Hasan (1996) bahwa pendidikan ilmu-ilmu sosial
bertanggung jawab untuk mengembangkan sikap, nilai, dan moral pada diri
anak. PNSB dalam keluarga dan lingkungan suatu masyarakat dapat
mengembangkan sikap positif anak terhadap berbagai tradisi, nilai, dan
moral yang dianut oleh masyarakatnya.
Lee
(2000) mendefinisikan nilai sosial sebagai standar perilaku dalam
masyarakat, sedangkan Raven (1977) mengatakan bahwa nilai-nilai sosial
merupakan seperangkat sikap masyarakat yang dihargai sebagai suatu
kebenaran dan dijadikan standar untuk bertingkah laku sehingga mereka
dapat hidup secara demokratis dan harmonis. Raven mengelompokkan nilai
sosial ke dalam tiga kelompok: (1) cinta mencakup dedikasi, tolong
menolong, kekeluargaan, solidaritas, dan simpati. Tanggung jawab
mencakup rasa memiliki, disiplin, dan empati. Kehidupan harmonis
mencakup keadilan, toleransi, kerjasama, dan demokrasi. Kedua pendapat
tersebut mengakui bahwa nilai sosial budaya dalam keluarga dan
lingkungan masyarakatnya hidup dalam suasana yang harmonis, kasih
sayang, dan bertanggung jawab. Pewarisan nilai-nilai sosial budaya ini
terjadi apabila nilai-nilai itu sudah terinternalisasi. Internalisasi
menurut Narwoko (2006) adalah sebuah proses yang dilakukan oleh pihak
yang tengah menerima proses sosialiasi. Nilai-nilai sosial budaya yang
sudah terwariskan dalam diri seorang anak pada masa kecilnya akan
terekam dengan baik dalam memori anak sampai masa tuanya. Yang menjadi
harapan dengan berkembangnya sekolah karakter ini nilai-nilai yang sudah
diberikan oleh keluarga dan sekolah akan menjadi pranata sosial bagi
dirinya sendiri, yang membatasi diri nya jika akan melakukan hal yang
meyimpang dengan tatanan sosial yang ada.
Penyebaran
nilai sosisal budaya dapat terjadi apabila seorang anak menerima
kebudayaan golongannya dari kehidupan sehari-hari. Proses penyebaran
nilai-nilai sosial budaya dilakukan melalui sosialisasi. Shadily (1993)
mengatakan bahwa sosialisasi merupakan suatu proses dimana seseorang
mulai menerima dan menyesuaikan diri kepada
adat istiadat suatu golongan, lambat laun ia akan merasa dirinya
sebagai bagian dari golongan itu. Proses ini terjadi pada seseorang
dalam kehidupan masyarakat, yang biasa terjadi dilingkungan masyarakat
perkotaan. Proses penyebaran nilai-nilai sosial telah terisolasi dapat
menyebabkan anak secara bertahap mengenal persyaratan dan tuntutan hidup
budaya masyarakatnya. Maka ketika anak dikondisikan berada dilingkunagn
yang baik ia akan menyesuaikan dengan lingkungan tersebut dan menilai
serta menggolongkan dirinya sebagai golongan tersebut, (dapat secara
status sosial) begitupun sebaliknya ketika masuk dilingkungan buruk anak
pun mulai mencitrakan dirinya sebagai bagian dari kelompok tersebut.
Proses tersebut merupakan suatu mekanisme untuk menanamkan norma dan
nilai dalam kehidupan manusia. Hal ini berarti bahwa manusia membuat
nilai-nilai sosial agar menjadi miliknya yang diperoleh dengan cara
belajar. Maka dari itu disinilah penting nya sekolah karakter dengan
pembiasaan- pembiasaan dimulai dari keluarga dan budaya yang diterapkan
sekolah secara sinergis bersama-sama menerapkan nilai-nilai sosial
karena dengan pembiasaan secara terus menerus dengan pengawasan yang
berkelanjutan dan apresisasi terhadap si anak atau peserta didik ,
diharapkan akan tertanam dan berkembang dilingkungan masyarakat.
Konstruksi
nilai sosisal budaya tidak terlepas dari lingkungan tempat hidup
seseorang, disamping ditentukan pula oleh keadaan dirinya masing-masing
Stanger (1984) mengatakan bahwa sikap dan nilai merupakan hasil
interaksi antara individu dengan lingkungannnya dan interaksi manusia
dengan manusia lainnya.
Fraenkel
dalam Sjarkawi (2006) mengungkapkan sejumlah cara untuk mengkonstruksi
nilai pada seorang anak yaitu: (1) Mengusahakan agar anak mengenal dan
menerima nilai sebagai milik mereka dan bertanggung jawab atas keputusan
yang diambilnya melalui tahapan, mengenal pilihan, menilai pilihan,
menentukan pendirian dan menerapkan nilai sesuai dengan keyakinannya;
(2) Menekankan pada tercapainya tingkat pertimbangan moral yang tinggi
sebagai hasil belajar; (3) Menekankan agar anak dapat menggunakan
kemampuan berpikir logis dan ilmiah dalam menganalisis ilmiah dalam
menganalisis masalah sosial yang berhubungan dengan nilai tertentu; (4)
Menumbuhkan kesadaran dan mengembangkan kemampuan anak agar dapat
mengidentifikasi nilai-nilai mereka sendiri dan nilai-nilai orang lain;
dan (5) mengembangkan kemampuan anak dalam melakukan kegiatan sosial
serta mendorong anak untuk melihat diri sendiri sebagai makhluk yang
senantiasa berinteraksi dalam kehidupan masyarakat.
Bentuk
penyampaian tersebut menunjukkan bahwa sebuah nilai dapat terkonstruksi
dan tersebar dengan baik apabila nilai tersebut sering dibicarakan.
Baik aturan, penyampaian dilingkungan keluarga dan sekolah. Karena
sering diulang dan dibicarakan yang diperkuat dengan kejadian dan fakta,
diharapkan nilai itu semakin tertanam kedalam diri anak.
Proses
Pelestarian Nilai Sosisal Budaya melalui institusional, nilai sosial
melalui sosialilsasi, individu melalui internalisasi, perilaku melalui
kontorol, semuanya dilakukan dengan pengawasan dan pada akhirnya adanya
ketaatan menjalani segala aturan, konsepsi, norma, menjalankan perintah
agama dengan berasal dari kesadaran diri dimana pun dia berada, baik
didalam atau diluar pengawasan. Karena merasa pembiasaan tersebut sudah
menjadi bagian kesatuan dalam pribadi Si anak.
Maka
dari itu untuk lingkungan sekolah karakter manapun, pendidikan nilai
sosial dan budaya dalam membentuk nilai-nilai sosial anak adalah penting
agar anak dapat memiliki kompetensi sosial (akhlaq) yang kuat, bahkan
secara kognitif (prestasi) dan lebih utama secara spiritual keyakinan
akan keberadaan Allah yang diwujudkan dengan menjalankan perintanh-Nya
dan menjauhi segala larangan-Nya. Pendidikan nilai sosial budaya
berperan penting dalam upaya mewujudkan kepribadian anak seutuhnya dan
dapat menjadi sarana strategis dalam menangkal pengaruh-pengaruh negatif
anak.
Lalu
dalam penyampaian nilai sosial budaya pada anak media yang paling utama
adalah tempat yang paling banyak dihabiskan anak, untuk meniru perilaku
orang-orang yang berada dilingkungannya dalam pencitraan diri, baik
orang tuanya atau guru sebagai figure-figur yang akan menjadi tauladan
dalam mencitrakan diri dan solusi (problem solving) untuk masalah sosial
yang dihadapinya, khusus untuk lingkungan keluarga penanaman nilai
sosial dan budaya dianggap sebagai tempat pertama dan utama anak
mendapatkan pendidikan, sedangkan masyarakat memiliki peranan yang
sangat penting dalam mewariskan, menyebarkan, dan mengkonstruksi
nilai-nilai sosial budaya dalam diri anak. Maka dari itu dalam
pencapaian tujuan tersebut perlunya kesadaran dan usaha berkelanjutan
dalam implementasinya, dalam bentuk program keluarga dan lingkungan
masyarakat secara sistematis, terarah dan berkelanjutan.
Etnik dan etnisitas
Istilah Etnik dan Etnis
Pada awalnya istilah etnik hanya digunakan untuk suku-suku tertentu yang dianggap bukan asli Indonesia, namun telah lama bermukim dan berbaur dalam masyarakat, serta tetap mempertahankan identitas mereka melalui cara-cara khas mereka yang dikerjakan, dan atau karena secara fisik mereka benar-benar khas. Misalnya etnik Cina, etnik Arab, dan etnik Tamil-India. Perkembangan belakangan, istilah etnik juga dipakai sebagai sinonim dari kata suku pada suku-suku yang dianggap asli Indonesia. Misalnya etnik Bugis, etnik Minang, etnik Dairi-Pakpak, etnik Dani, etnik Sasak, dan ratusan etnik lainnya. Malahan akhir-akhir ini istilah suku mulai ditinggalkan karena berasosiasi dengan keprimitifan (suku dalam bahasa inggris diterjemahkan sebagai ‘tribe’), sedangkan istilah etnik dirasa lebih netral. Istilah etnik sendiri merujuk pada pengertian kelompok orang-orang, sementara etnis merujuk pada orang-orang dalam kelompok. Dalam buku ini keduanya akan digunakan secara bergantian tergantung konteksnya.
Pengertian Etnik
Dalam Ensiklopedi Indonesia disebutkan istilah etnik berarti kelompok sosial dalam sistem sosial atau kebudayaan yang mempunyai arti atau kedudukan tertentu karena keturunan, adat, agama, bahasa, dan sebagainya. Anggota-anggota suatu kelompok etnik memiliki kesamaan dalam hal sejarah (keturunan), bahasa (baik yang digunakan ataupun tidak), sistem nilai, serta adat-istiadat dan tradisi.
Menurut Frederich Barth (1988) istilah etnik menunjuk pada suatu kelompok tertentu yang karena kesamaan ras, agama, asal-usul bangsa, ataupun kombinasi dari kategori tersebut terikat pada sistem nilai budayanya. Kelompok etnik adalah kelompok orang-orang sebagai suatu populasi yang :
Dalam populasi kelompok mereka mampu melestarikan kelangsungan kelompok dengan berkembang biak.
Mempunyai nila-nilai budaya yang sama, dan sadar akan rasa kebersamaannya dalam suatu bentuk budaya.
Membentuk jaringan komunikasi dan interaksi sendiri.
Menentukan ciri kelompoknya sendiri yang diterima oleh kelompok lain dan dapat dibedakan dari kelompok populasi lain.
Definisi etnik diatas menjelaskan pembatasan-pembatasan kelompok etnik yang didasarkan pada populasi tersendiri, terpisah dari kelompok lain, dan menempati lingkungan geografis tersendiri yang berbeda dengan kelompok lain. Seperti misalnya, etnik Minang menempati wilayah geografis pulau Sumatera bagian barat yang menjadi wilayah provinsi Sumatera Barat saat ini dan beberapa daerah pengaruh di provinsi sekitar. Lalu etnik Sunda menempati wilayah pulau jawa bagian barat. Dan etnik Madura menempati pulau madura sebagai wilayah geografis asal.
Sebuah kelompok etnik pertama kali diidentifikasi melalui hubungan darah. Apakah seseorang tergabung dalam suatu kelompok etnik tertentu ataukah tidak tergantung apakah orang itu memiliki hubungan darah dengan kelompok etnik itu atau tidak. Meskipun seseorang mengadopsi semua nilai-nilai dan tradisi suatu etnik tertentu tetapi jika ia tidak memiliki hubungan darah dengan anggota kelompok etnik itu, maka ia tidak bisa digolongkan anggota kelompok etnik tersebut. Seorang batak akan tetap menjadi anggota etnik batak meskipun dalam kesehariannya sangat ‘jawa’. Orang Jawa memiliki perbendaharaan kata untuk hal ini, yakni ‘durung jawa’ (belum menjadi orang jawa yang semestinya) untuk orang-orang yang tidak menerapkan nilai-nilai jawa dalam keseharian mereka. Dan menganggap orang dari etnik lain yang menerapkan nilai-nilai jawa sebagai ‘njawani’ (berlaku seperti orang jawa) (Suseno, 2001). Meskipun demikian orang itu tetap tidak dianggap sebagai orang Jawa.
Agama kadangkala menjadi ciri identitas yang penting bagi suatu etnis, tapi kadangkala tidak berarti apa-apa, hanya sebagai kepercayaan yang dianut anggota etnik. Di Jawa, agama yang dianut tidak menjadi penanda identitas etnik jawa (kejawaan) seseorang. Selain Islam, orang Jawa yang menganut kristen, Hindu, Budha, ataupun Kejawen juga cukup besar. Demikian juga pada etnis Betawi ataupun Sunda. Namun berbeda dengan etnik Minang. Agama dalam masyarakat Minangkabau justru dikukuhkan sebagai identitas kultur mereka sejak animisme ditinggalkan. Islam menjadi tolak ukur ke’minang’an seseorang secara legalitas adat. Karena itu, orang Minangkabau yang tidak lagi Islam dipandang sebagai orang yang tidak mempunyai hak dan kewajiban lagi terhadap adat Minangkabau, sebagaimana ditafsirkan dari ‘adat basandi syarak, syarak basandi kitabullah’, kendatipun secara genealogis ia tetap beretnis Minang, yang tentu saja tidak bisa menjadi etnis lain (Arimi, 2002).
Pada saat anggota kelompok etnik melakukan migrasi, sering terjadi keadaan dimana mereka tercerabut dari akar budaya etniknya karena mengadopsi nilai-nilai baru. Demikian juga dengan bahasa, banyak anak-anak dari anggota kelompok etnik tertentu yang merantau tidak bisa lagi berbahasa etniknya. Akan tetapi mereka tetap menganggap diri sebagai anggota etnik yang sama dengan orangtuanya dan juga tetap diakui oleh kelompok etnikya. Jadi, keanggotaan seseorang pada suatu etnik terjadi begitu saja apa adanya, dan tidak bisa dirubah. Tidak bisa seorang etnis Sunda meminta dirubah menjadi etnis Bugis, atau sebaliknya. Meskipun orang bisa saja memilih untuk mengadopsi nilai-nilai, entah dari etniknya sendiri, dari etnik lain, ataupun dari gabungan keduanya.
Antara satu etnik dengan etnik lainnya kadang-kadang juga terdapat kemiripan bahasa. Kesamaan bahasa itu dimungkinkan karena etnik-etnik tersebut memiliki kesamaan sejarah tradisi kuno yang satu, yang mewariskan tradisi yang mirip dan juga bahasa yang mirip pula (Goodenough, 1997). Seperti misalnya bahasa jawa memiliki banyak kemiripan dengan bahasa bali, lalu bahasa minang mirip dengan bahasa banjar, dan lainnya.
Mengkritisi Etnisitas
Keanggotaan etnik yang menekankan hubungan ‘darah’ menurut keterangan diatas merupakan bagian dari perspektif teori primordial yang menyatakan bahwa etnisitas merupakan suatu keniscayaan. Keniscayaan tersebut meliputi keterpautan manusia pada kedekatan wilayah teritorial dan hubungan kerabat, bahkan juga keniscayaan bahwa individu selalu dilahirkan dalam sebuah masyarakat yang sudah terbentuk dengan sistem keagamaan, bahasa dan adat istiadatnya (Simatupang, 2003). Menurut perspektif ini, seseorang yang memiliki darah sebagai etnis Minang misalnya, maka ia tidak bisa mengelakkannya. Ia harus menerima fakta bahwa dirinya adalah seorang ‘Minang’. Etnik dalam perspektif primordial merupakan sesuatu yang memang sudah ada dan tinggal di lanjutkan.
Dalam antropologi ada tiga perspektif teori utama yang digunakan untuk membahas mengenai etnisitas, selain teori primordial, dua lainnya adalah teori situasional, dan teori relasional. Teori situasional berseberangan dengan teori primordial. Teori situasional memandang bahwa kelompok etnis adalah entitas yang dibangun atas dasar kesamaan para warganya, bagi mereka yang lebih penting bukan wujud kesamaan itu sendiri melainkan perihal penentuan dan pemeliharaan batas-batas etnis yang diyakini bersifat selektif dan merupakan jawaban atas kondisi sosial historis tertentu (Barth dalam Simatupang, 2003). Teori ini menekankan bahwa kesamaan kultural merupakan faktor yang lebih besar dibanding kesamaan darah dalam penggolongan orang-orang kedalam kelompok etnik.
Menurut perspektif teori situasional, etnik merupakan hasil dari adanya pengaruh yang berasal dari luar kelompok. Salah satu faktor luar yang sangat berpengaruh terhadap etnisitas adalah kolonialisme, yang demi kepentingan administratif pemerintah kolonial telah mengkotak-kotakkan warga jajahan ke dalam kelompok-kelompok etnik dan ras (Rex dalam Simatupang, 2003). Untuk seterusnya sisa warisan kolonial itu terus dipakai sampai sekarang. Contoh yang paling jelas adalah pembentukan identitas etnik Dayak. Istilah Dayak diberikan oleh kolonial Belanda untuk menyebut seluruh penduduk asli pulau Kalimantan. Padahal sesungguhnya etnik Dayak terdiri dari banyak subetnik ( yang sebenarnya sebagai etnik sendiri yang sangat berbeda satu sama lain, seperti Benuaq dan Ngaju). Istilah Dayak sendiri tidak dipergunakan sebagai identitas mereka. Mereka menyebut diri sebagai orang Benuaq jika itu etnis Benuaq (Trisnadi, 1996).
Teori relasional mendasarkan pada pandangan bahwa kelompok etnik merupakan penggabungan dua entitas atau lebih yang memiliki persamaan maupun perbedaan yang telah dibandingkan dalam menentukan pembentukan etnik dan pemeliharaan batas-batasnya. Kesamaan-kesamaan yang ada pada dua atau lebih entitas yang disatukan akan menjadi identitas etnik. Menurut perspektif relasional ini, etnik ada karena adanya hubungan antara entitas yang berbeda-beda; etnik Sasak tidak akan menjadi etnik Sasak bila tidak mengalami hubungan dengan entitas di luar kelompok itu. Etnik tergantung pada pengakuan entitas lain di luar kelompok.
Saat ini sepertinya tidak relevan lagi membicarakan mengenai etnik mengingat batas-batas etnik telah semakin kabur. Batas-batas budaya antar etnik telah semakin tidak jelas. Saat ini segala manusia dari berbagai etnik telah semakin melebur dalam kehidupan sosial yang satu. Apalagi globalisasi yang begitu deras dan nyaris tak tertahankan bertendensi memunculkan keseragaman budaya, baik dalam pola pikir, sikap, tingkah laku, seni, dan sebagainya. Saat ini, menemukan kekhasan perilaku dari etnik tertentu bukan hal yang mudah. Semua etnis pada dasarnya memiliki perilaku yang sama. Misalnya hampir tak dapat dibedakan lagi seorang Minang dengan seorang Jawa, seorang Bugis dengan seorang Batak di Jakarta dalam hal tata pergaulan. Lantas, apa perlunya lagi berbicara mengenai etnik?
Etnik sebagai kategori untuk membedakan ‘perilaku’ orang-orang merupakan sesuatu yang telah usang. ‘Model untuk’ yang digunakan dengan mengelompokkan perilaku dan budaya tertentu diasosiasikan dengan etnik tertentu sudah tidak dapat lagi dipergunakan. Sekarang ini, etnik sebagai identitas tidak berarti harus menunjukkan adanya perbedaan budaya. Mengaku berbeda etnik bukan lantas harus menunjukkan perbedaan dalam perilaku. Namun meski demikian, masyarakat umumnya tetap menganut adanya model-model perilaku dan sifat tertentu yang khas etnik tertentu, dan model tersebut digunakan untuk menjelaskan keberadaan etnik bersangkutan.
Persoalannya kemudian beranjak kepada masalah identitas. Etnik tetap ada karena berkait dengan kebutuhan akan identitas-identitas. Meskipun terdapat kesamaan-kesamaan yang besar dengan etnik lain, hal itu tidak menghalangi untuk tetap merasa berbeda. Identitas etnik yang diperkuat, dimana identitas etnik semakin kerap ditonjolkan dalam kehidupan sosial seperti yang terjadi belakangan ini, kontradiktif dengan ramalan para pemuja globalisasi. Justru, perkuatan identitas etnik lahir sebagai perlawanan atas globalisasi. Etnik dijadikan alat politik untuk mendapatkan posisi tawar yang lebih tinggi dalam meraih sumber daya tertentu. Beberapa manifestasi politik identitas etnik diantaranya, munculnya negara-negara etnik (seperti yang terjadi di bekas negara Soviet), tuntutan kemerdekaan atas suatu wilayah karena diklaim milik etnik tertentu (seperti di Aceh), tuntutan akan pengembalian tanah adat yang dipergunakan untuk perkebunan dan lainnya (terjadi hampir diseluruh Indonesia, terutama di luar jawa), tuntutan pengembalian kekuasaan adat (terlihat dalam kongres Aliansi Masyarakat Adat Nusantara, tahun 2003 lalu, lihat Kompas, 24 september 2003) dan berkembangnya isu putera daerah dalam era otonomi daerah (terjadi hampir diseluruh daerah).
Jadi, agaknya berbicara mengenai etnisitas tetap tidak kehilangan momentum. Hanya saja, pemahaman mengenai etnisitas perlu ditambahkan. Tidak saja etnik sebagai kategori orang-orang karena budaya dan darah, tetapi lebih penting lagi telah menjadi kategori identitas politis, dimana identitas etnis tetap dipertahankan karena memang bermanfaat. Meminjam istilah Edward Said, guru orientalisme, identitas etnikpun bisa dipilah sebagai identitas murni dan identitas politis. Identitas etnik menjadi identitas politis manakala identitas itu dipergunakan demi tujuan tertentu untuk memperoleh kemanfaatan tertentu.
Pada awalnya istilah etnik hanya digunakan untuk suku-suku tertentu yang dianggap bukan asli Indonesia, namun telah lama bermukim dan berbaur dalam masyarakat, serta tetap mempertahankan identitas mereka melalui cara-cara khas mereka yang dikerjakan, dan atau karena secara fisik mereka benar-benar khas. Misalnya etnik Cina, etnik Arab, dan etnik Tamil-India. Perkembangan belakangan, istilah etnik juga dipakai sebagai sinonim dari kata suku pada suku-suku yang dianggap asli Indonesia. Misalnya etnik Bugis, etnik Minang, etnik Dairi-Pakpak, etnik Dani, etnik Sasak, dan ratusan etnik lainnya. Malahan akhir-akhir ini istilah suku mulai ditinggalkan karena berasosiasi dengan keprimitifan (suku dalam bahasa inggris diterjemahkan sebagai ‘tribe’), sedangkan istilah etnik dirasa lebih netral. Istilah etnik sendiri merujuk pada pengertian kelompok orang-orang, sementara etnis merujuk pada orang-orang dalam kelompok. Dalam buku ini keduanya akan digunakan secara bergantian tergantung konteksnya.
Pengertian Etnik
Dalam Ensiklopedi Indonesia disebutkan istilah etnik berarti kelompok sosial dalam sistem sosial atau kebudayaan yang mempunyai arti atau kedudukan tertentu karena keturunan, adat, agama, bahasa, dan sebagainya. Anggota-anggota suatu kelompok etnik memiliki kesamaan dalam hal sejarah (keturunan), bahasa (baik yang digunakan ataupun tidak), sistem nilai, serta adat-istiadat dan tradisi.
Menurut Frederich Barth (1988) istilah etnik menunjuk pada suatu kelompok tertentu yang karena kesamaan ras, agama, asal-usul bangsa, ataupun kombinasi dari kategori tersebut terikat pada sistem nilai budayanya. Kelompok etnik adalah kelompok orang-orang sebagai suatu populasi yang :
Dalam populasi kelompok mereka mampu melestarikan kelangsungan kelompok dengan berkembang biak.
Mempunyai nila-nilai budaya yang sama, dan sadar akan rasa kebersamaannya dalam suatu bentuk budaya.
Membentuk jaringan komunikasi dan interaksi sendiri.
Menentukan ciri kelompoknya sendiri yang diterima oleh kelompok lain dan dapat dibedakan dari kelompok populasi lain.
Definisi etnik diatas menjelaskan pembatasan-pembatasan kelompok etnik yang didasarkan pada populasi tersendiri, terpisah dari kelompok lain, dan menempati lingkungan geografis tersendiri yang berbeda dengan kelompok lain. Seperti misalnya, etnik Minang menempati wilayah geografis pulau Sumatera bagian barat yang menjadi wilayah provinsi Sumatera Barat saat ini dan beberapa daerah pengaruh di provinsi sekitar. Lalu etnik Sunda menempati wilayah pulau jawa bagian barat. Dan etnik Madura menempati pulau madura sebagai wilayah geografis asal.
Sebuah kelompok etnik pertama kali diidentifikasi melalui hubungan darah. Apakah seseorang tergabung dalam suatu kelompok etnik tertentu ataukah tidak tergantung apakah orang itu memiliki hubungan darah dengan kelompok etnik itu atau tidak. Meskipun seseorang mengadopsi semua nilai-nilai dan tradisi suatu etnik tertentu tetapi jika ia tidak memiliki hubungan darah dengan anggota kelompok etnik itu, maka ia tidak bisa digolongkan anggota kelompok etnik tersebut. Seorang batak akan tetap menjadi anggota etnik batak meskipun dalam kesehariannya sangat ‘jawa’. Orang Jawa memiliki perbendaharaan kata untuk hal ini, yakni ‘durung jawa’ (belum menjadi orang jawa yang semestinya) untuk orang-orang yang tidak menerapkan nilai-nilai jawa dalam keseharian mereka. Dan menganggap orang dari etnik lain yang menerapkan nilai-nilai jawa sebagai ‘njawani’ (berlaku seperti orang jawa) (Suseno, 2001). Meskipun demikian orang itu tetap tidak dianggap sebagai orang Jawa.
Agama kadangkala menjadi ciri identitas yang penting bagi suatu etnis, tapi kadangkala tidak berarti apa-apa, hanya sebagai kepercayaan yang dianut anggota etnik. Di Jawa, agama yang dianut tidak menjadi penanda identitas etnik jawa (kejawaan) seseorang. Selain Islam, orang Jawa yang menganut kristen, Hindu, Budha, ataupun Kejawen juga cukup besar. Demikian juga pada etnis Betawi ataupun Sunda. Namun berbeda dengan etnik Minang. Agama dalam masyarakat Minangkabau justru dikukuhkan sebagai identitas kultur mereka sejak animisme ditinggalkan. Islam menjadi tolak ukur ke’minang’an seseorang secara legalitas adat. Karena itu, orang Minangkabau yang tidak lagi Islam dipandang sebagai orang yang tidak mempunyai hak dan kewajiban lagi terhadap adat Minangkabau, sebagaimana ditafsirkan dari ‘adat basandi syarak, syarak basandi kitabullah’, kendatipun secara genealogis ia tetap beretnis Minang, yang tentu saja tidak bisa menjadi etnis lain (Arimi, 2002).
Pada saat anggota kelompok etnik melakukan migrasi, sering terjadi keadaan dimana mereka tercerabut dari akar budaya etniknya karena mengadopsi nilai-nilai baru. Demikian juga dengan bahasa, banyak anak-anak dari anggota kelompok etnik tertentu yang merantau tidak bisa lagi berbahasa etniknya. Akan tetapi mereka tetap menganggap diri sebagai anggota etnik yang sama dengan orangtuanya dan juga tetap diakui oleh kelompok etnikya. Jadi, keanggotaan seseorang pada suatu etnik terjadi begitu saja apa adanya, dan tidak bisa dirubah. Tidak bisa seorang etnis Sunda meminta dirubah menjadi etnis Bugis, atau sebaliknya. Meskipun orang bisa saja memilih untuk mengadopsi nilai-nilai, entah dari etniknya sendiri, dari etnik lain, ataupun dari gabungan keduanya.
Antara satu etnik dengan etnik lainnya kadang-kadang juga terdapat kemiripan bahasa. Kesamaan bahasa itu dimungkinkan karena etnik-etnik tersebut memiliki kesamaan sejarah tradisi kuno yang satu, yang mewariskan tradisi yang mirip dan juga bahasa yang mirip pula (Goodenough, 1997). Seperti misalnya bahasa jawa memiliki banyak kemiripan dengan bahasa bali, lalu bahasa minang mirip dengan bahasa banjar, dan lainnya.
Mengkritisi Etnisitas
Keanggotaan etnik yang menekankan hubungan ‘darah’ menurut keterangan diatas merupakan bagian dari perspektif teori primordial yang menyatakan bahwa etnisitas merupakan suatu keniscayaan. Keniscayaan tersebut meliputi keterpautan manusia pada kedekatan wilayah teritorial dan hubungan kerabat, bahkan juga keniscayaan bahwa individu selalu dilahirkan dalam sebuah masyarakat yang sudah terbentuk dengan sistem keagamaan, bahasa dan adat istiadatnya (Simatupang, 2003). Menurut perspektif ini, seseorang yang memiliki darah sebagai etnis Minang misalnya, maka ia tidak bisa mengelakkannya. Ia harus menerima fakta bahwa dirinya adalah seorang ‘Minang’. Etnik dalam perspektif primordial merupakan sesuatu yang memang sudah ada dan tinggal di lanjutkan.
Dalam antropologi ada tiga perspektif teori utama yang digunakan untuk membahas mengenai etnisitas, selain teori primordial, dua lainnya adalah teori situasional, dan teori relasional. Teori situasional berseberangan dengan teori primordial. Teori situasional memandang bahwa kelompok etnis adalah entitas yang dibangun atas dasar kesamaan para warganya, bagi mereka yang lebih penting bukan wujud kesamaan itu sendiri melainkan perihal penentuan dan pemeliharaan batas-batas etnis yang diyakini bersifat selektif dan merupakan jawaban atas kondisi sosial historis tertentu (Barth dalam Simatupang, 2003). Teori ini menekankan bahwa kesamaan kultural merupakan faktor yang lebih besar dibanding kesamaan darah dalam penggolongan orang-orang kedalam kelompok etnik.
Menurut perspektif teori situasional, etnik merupakan hasil dari adanya pengaruh yang berasal dari luar kelompok. Salah satu faktor luar yang sangat berpengaruh terhadap etnisitas adalah kolonialisme, yang demi kepentingan administratif pemerintah kolonial telah mengkotak-kotakkan warga jajahan ke dalam kelompok-kelompok etnik dan ras (Rex dalam Simatupang, 2003). Untuk seterusnya sisa warisan kolonial itu terus dipakai sampai sekarang. Contoh yang paling jelas adalah pembentukan identitas etnik Dayak. Istilah Dayak diberikan oleh kolonial Belanda untuk menyebut seluruh penduduk asli pulau Kalimantan. Padahal sesungguhnya etnik Dayak terdiri dari banyak subetnik ( yang sebenarnya sebagai etnik sendiri yang sangat berbeda satu sama lain, seperti Benuaq dan Ngaju). Istilah Dayak sendiri tidak dipergunakan sebagai identitas mereka. Mereka menyebut diri sebagai orang Benuaq jika itu etnis Benuaq (Trisnadi, 1996).
Teori relasional mendasarkan pada pandangan bahwa kelompok etnik merupakan penggabungan dua entitas atau lebih yang memiliki persamaan maupun perbedaan yang telah dibandingkan dalam menentukan pembentukan etnik dan pemeliharaan batas-batasnya. Kesamaan-kesamaan yang ada pada dua atau lebih entitas yang disatukan akan menjadi identitas etnik. Menurut perspektif relasional ini, etnik ada karena adanya hubungan antara entitas yang berbeda-beda; etnik Sasak tidak akan menjadi etnik Sasak bila tidak mengalami hubungan dengan entitas di luar kelompok itu. Etnik tergantung pada pengakuan entitas lain di luar kelompok.
Saat ini sepertinya tidak relevan lagi membicarakan mengenai etnik mengingat batas-batas etnik telah semakin kabur. Batas-batas budaya antar etnik telah semakin tidak jelas. Saat ini segala manusia dari berbagai etnik telah semakin melebur dalam kehidupan sosial yang satu. Apalagi globalisasi yang begitu deras dan nyaris tak tertahankan bertendensi memunculkan keseragaman budaya, baik dalam pola pikir, sikap, tingkah laku, seni, dan sebagainya. Saat ini, menemukan kekhasan perilaku dari etnik tertentu bukan hal yang mudah. Semua etnis pada dasarnya memiliki perilaku yang sama. Misalnya hampir tak dapat dibedakan lagi seorang Minang dengan seorang Jawa, seorang Bugis dengan seorang Batak di Jakarta dalam hal tata pergaulan. Lantas, apa perlunya lagi berbicara mengenai etnik?
Etnik sebagai kategori untuk membedakan ‘perilaku’ orang-orang merupakan sesuatu yang telah usang. ‘Model untuk’ yang digunakan dengan mengelompokkan perilaku dan budaya tertentu diasosiasikan dengan etnik tertentu sudah tidak dapat lagi dipergunakan. Sekarang ini, etnik sebagai identitas tidak berarti harus menunjukkan adanya perbedaan budaya. Mengaku berbeda etnik bukan lantas harus menunjukkan perbedaan dalam perilaku. Namun meski demikian, masyarakat umumnya tetap menganut adanya model-model perilaku dan sifat tertentu yang khas etnik tertentu, dan model tersebut digunakan untuk menjelaskan keberadaan etnik bersangkutan.
Persoalannya kemudian beranjak kepada masalah identitas. Etnik tetap ada karena berkait dengan kebutuhan akan identitas-identitas. Meskipun terdapat kesamaan-kesamaan yang besar dengan etnik lain, hal itu tidak menghalangi untuk tetap merasa berbeda. Identitas etnik yang diperkuat, dimana identitas etnik semakin kerap ditonjolkan dalam kehidupan sosial seperti yang terjadi belakangan ini, kontradiktif dengan ramalan para pemuja globalisasi. Justru, perkuatan identitas etnik lahir sebagai perlawanan atas globalisasi. Etnik dijadikan alat politik untuk mendapatkan posisi tawar yang lebih tinggi dalam meraih sumber daya tertentu. Beberapa manifestasi politik identitas etnik diantaranya, munculnya negara-negara etnik (seperti yang terjadi di bekas negara Soviet), tuntutan kemerdekaan atas suatu wilayah karena diklaim milik etnik tertentu (seperti di Aceh), tuntutan akan pengembalian tanah adat yang dipergunakan untuk perkebunan dan lainnya (terjadi hampir diseluruh Indonesia, terutama di luar jawa), tuntutan pengembalian kekuasaan adat (terlihat dalam kongres Aliansi Masyarakat Adat Nusantara, tahun 2003 lalu, lihat Kompas, 24 september 2003) dan berkembangnya isu putera daerah dalam era otonomi daerah (terjadi hampir diseluruh daerah).
Jadi, agaknya berbicara mengenai etnisitas tetap tidak kehilangan momentum. Hanya saja, pemahaman mengenai etnisitas perlu ditambahkan. Tidak saja etnik sebagai kategori orang-orang karena budaya dan darah, tetapi lebih penting lagi telah menjadi kategori identitas politis, dimana identitas etnis tetap dipertahankan karena memang bermanfaat. Meminjam istilah Edward Said, guru orientalisme, identitas etnikpun bisa dipilah sebagai identitas murni dan identitas politis. Identitas etnik menjadi identitas politis manakala identitas itu dipergunakan demi tujuan tertentu untuk memperoleh kemanfaatan tertentu.
Langganan:
Postingan (Atom)