A.
Pembaharuan dalam pembelajaran ips berbasis
kompetensi
Remy (1980) menjelaskan bahwa
kompetensi dasar dalam IPS itu hendaklah memiliki :
1. Karakteristik bersifat Esensial dan
terbatas
2. Universal dalam kepentingan tugas-tugas
kemasyarakatan dan kewarganegaraan.
3. Bersifat Generik, dalam arti dapat
diaplikasikan dalam berbagai ranah kehidupan di mana individu melatih
kewarganegaraannya.
4. Secara Kontinu pada semua level
pendidikan berbasis pada nilai-nilai tertinggi yang dijunjung tiap-tiap individu
sebagai warga Negara; dan merupakan nilai bagi masyarakat untuk melestarikan
kebudayaan dan mengembangkan dirinya.
Ada tujuh
kompetensi dasar yang layak dikembangkan dalam IPS, yakni: memperoleh dan
menggunakan Informasi, menilai keterlibatan, membuat keputusan dan
pertimbangan, berkomunikasi, bekerja sama, dan memajukan kepentingan-kepentingan
bersama.
Wahab
(2002), menjelaskan bahwa Social Studies itu haruslah dapat
mencapai tujuan dalam mengembangkan kompetensi warga Negara untuk memiliki
pengetahuan tentang pengalaman manusia di masa lalu, masa sekarang, dan masa
depan.
Kurikulum IPS
berbasis kompetensi mengembangkan kompetensinya dari visi.
IPS sebagai mata
pelajaran terpadu ilmu-ilmu sosial yang mencakup Geografi, Sejarah, Ekonomi,
Sosiologi, Antropologi, Politik, Hukum dan Psikologi yang diperlukan untuk
mengembangkan pengetahuan.
Nilai-Nilai,
Sikap dan
Keterampilan Sosial serta Kewarganegaraan untuk memahami dan menciptakan hubungan
yang Harmonis antara manusia dan lingkunganny yang digunakan untuk mewujudkan
tujuan seperti di atas lebih dilihat dari penguasaan konsep, peristiwa, dan
generalisasi bidang keilmuan dari pada melihatnya dalam tema-tema isu sosial
yang Integratif sehingga dapat mengembangkan kemampuan, kepribadian, dan
tindakan yang utuh, Integratif, dan Komprehensif.
Tidak
mengherankan jika dalam pengembangan kompetensi dasar dan keilmuan dan
indikatornya yang digunakan untuk penguasaan ruang lingkup IPS ke dalam lima
bidangnya yaitu : Budaya, Manusia, Tempat, dan Lingkungan, perilaku Ekonomi dan Kesejahteraan,
Waktu,
Keberlanjutan, Perubahan, Sistem berbangsa dan ber-Negara tetap seperti kurikulum
sebelumnya (1975, 1986, 1994).
Sangat Strik
menekankan kemampuan mendeskripsikan Konsep, Peristiwa, dan Generalisasi bidang
keilmuan pendukungnya. Sebagai contoh pengembangan hubungan antara standar
kompetensi mata pelajaran dengan Kompetensi dasar tiap Aspek Pembelajaran
Keilmuan, Indikator, dan Materi Pokoknya.
B. Pendekatan konstruktivisme dalam
pengembangan kurikulum dan pembelajaran ips oleh guru
Dalam dokumen kebijakan umum (Depdiknas, 2001) dijelaskan bahwa salah satu
prinsip pengembangan dan penerapan adalah berpusat pada anak sebagai pembangun
pengetahuan.
Prinsip ini
merupakan aplikasi pandangan Konstruktivisme dalam pengembangan Kurikulum dan
Pembelajaran Berbasis Kompetensi. Karena itu, penerapan pendekatan
konstruktivisme ini tampaknya perlu dikuasai oleh Guru dan praktisi pendidikan
di Daerah yang akan mengembangkan dan melaksanakan kurikulum dan pembelajaran
sesuai dengan karakteristik Daerah, Sekolah, Kelas, dan Kebutuhan Siswa
masing-masing.
Prinsip-prinsip
berikut perlu diperhatikan oleh Guru dalam pengembangan dan pelaksanaan IPS di
Sekolah yaitu:
1. Pengetahuan Sosial dibangun siswa
secara aktif
2. Tekanan dalam proses belajar terletak
pada siswa
3. Mengajar adalah membantu siswa belajar
4.
Tekanan dalam proses belajar lebih pada proses
5. Bukan pada hasil akhir semata,
kurikulum menenkankan partisipasi siswa, dan Guru adalah fasilitator (Suparno,
1997).
Dalam pengembangan
Kurikulum IPS oleh Guru dalam bentuk silabus, Guru perlu bekerja sama dengan
ahli bidang studi dan pendidikan atau ahli pendidikan bidang studi dan seluruh
kelompok guru IPS dalam menginterpretasi makna, ruang lingkup, dan tujuan IPS;
mengenali sumber-sumber belajar yang dapat dikembangkan di Sekolah atau di
suatu daerah tertentu yang dapat digunakan bersama mengenali muatan materi
lokal yang dapat diintegrasikan dalam IPS; dan mengenali latar belakang, karakteristik,
minat, dan kebutuhan Siswa. Kerja sama ini dengan didukung oleh semua unsur
terkait seperti Dinas Propinsi, Dinas Kabupaten, Komite Sekolah, Kepala
Sekolah, dan LPTK, dapat digunakan untuk pengembangan Silabus, pengembangan
sumber dan media pembelajaran, pengembangan strategi belajar dan pembelajaran
IPS, serta pengembangan teknik dan instrumen penilaian.
Guru dan siswa,
selanjutnya, bersama dengan pakar pendidikan bidang studi dengan masih didukung
oleh seluruh unsur terkait membuat komitmen bersama untuk melaksanakan dan
melakukan uji coba kurikulum yang telah dikembangkan ke dalam proses
pembelajaran IPS di kelas. Dalam hal ini pendekatan pembelajaran kontruktivisme
sosial dapat dijadikan landasan pengembangan pembelajaran, baik dalam belajar
pengetahuan sosial yang lebih bersifat teoritis maupun dalam praktik.
Belajar
pengetahuan sosial walau sesungguhnya hal ini tidak perlu dibedakan.
Pengembangan belajar secar mandiri, partisipastif, dan kooperatif mutlak
diperlukan dalam penerapan kurikulum IPS berbasis kompetensi. Ini bukanlah
selektif sifatnya, melainkan wajib. Dalam proses pembelajaran IPS.
Prinsip-prinsip
pembelajaran yang menerapkan pendekatan konstruktivisme sosial berikut perlu
dilakukan, antara lain:
1. Perlunya menciptakan situasi yang aktif
terkait dengan tujuan-tujuan Siswa.
2. Memajukan Interaksi Sosial yang
berpusat pada Aktivitas Akademis.
3. Membangkitkan kebutuhan Siswa untuk
berkomunikasi dan keinginan untuk berkolaborasi.
4. Mengembangkan Aktivitas Akademis dalam
konteks Moral.
5. Mendorong penalaran siswa mulai dari
apa yang diketahui dan mengajar disesuaikan dengan jenis pengetahuan
(Fisik, Logika, dan Sosial) yang ingin dibangun dan dikembangkan.
(DeVries dan Zan, 1994).
Sementara itu dalam praktik belajar pengetahuan sosial mengintegrasikan Model
Belajar Mandiri, Partisipatif dan Kooperatif dalam langkah-langkah pembelajaran
IPS berbasis kebijakan publik dapat dilakukan, antara lain:
1. Orientasi kebijakan publik
2. Mengidentifikasi masalah-masalah sosial
di lingkungan sekitar
3. Menggali informasi dari berbagai sumber
belajar
4. Mengembangkan alternatif kebijakan
5. Mengusulkan kebijakan kelas
6. Mengembangkan rencana tindakan
7. Mengembangkan portofolio kelas dan
dokumentasinya
8. Presentasi portofolio
9. Melakukan refleksi pengalaman belajar
(Sukadi, 2002, 2003).
Selanjutnya
penilaian belajar berbasis konstruktivisme dapat dilakukan dengan pendekatan
proses dan hasil belajar. Penilaian terhadap proses belajar dapat dilakukan
dengan teknik-teknik dan instrumen seperti observasi dengan pedoman dan catatan
peristiwa dan catatan anekdotnya, wawancara dengan pedoman wawancaranya,
pemberian kueasioner, pemberian inventori nilai dan skala sikap, daftar bakat
dan minat, sosiometri dengan sosiogramnya, dan penilaian proses berbasis
portofolio.
C.
Perkembangan ilmu-ilmu ips
bagi siswa
Hakikat pendidikan ilmu-ilmu sosial dalam IPS dijelaskan bahwa mata pelajaran rumpun
ilmu-ilmu sosial dengan menggunakan Dimensi-Dimensi Ruang, Waktu, dan
Nilai-Nilai atau Norma dalam mengkaji dan memahami Fenomena Sosial serta
kehidupan manusia secara keseluruhan berupaya memberikan pengetahuan dan
mengembangkan sikap dan keterampilan sosial siswa untuk dapat dijadikan dasar
dalam mengembangkan kemampuannya untuk beradaptasi sebagai upaya memperjuangkan
kelangsungan hidup yang Harmonis, Sejahtera, dan Damai (Depdiknas, 2002).
Dijelaskan lebih
lanjut bahwa untuk pemahaman akan dimensi ruang dalam Ilmu Sosial
dimanfaatkanlah Fakta, Konsep, dan Generalisasi dalam Ilmu Geografi
dan Ilmu Sejarah.
Kelima prinsip itu
adalah belajar dan pembelajaran IPS haruslah bermakna (Meaningful),
Integratif, berbasis Nilai-Nilai (Value-Based), menantang (Challenging),
dan belajar yang aktif (Learning is active). KBK IPS dapat memenuhi
persyaratan pengembangan pembelajaran yang Powerful.
Untuk ini
pembelajaran IPS haruslah menekankan pendalaman perkembangan ide-ide penting
dalam cakupan topik yang cukup esensial dalam pembelajaran ide-ide penting ini,
sehingga mampu meningkatkan pemahaman, apresiasi, dan kemampuan siswa
mengaplikasikannya dalam kehidupan.
Kebermaknaannya
akan tergantung pula bagaimana content pelajaran dipelajari oleh siswa
dan bagaimana aktivitas siswa dapat ditingkatkan. Untuk ini tidaklah diperlukan
materi yang banyak tetapi bersifat artifisial, melainkan cukup yang esensial
saja tetapi bermakna.
Belajar IPS
berbasis nilai seperti ini menyadarkan siswa akan potensi pembelajaran pada
implikasi kebijakan sosial yang dengan demikian melatih siswa berpikir kritis
dan membuat keputusan terhadap beberapa isu-isu sosial. Dengan berbasis nilai
juga berati bahwa pembelajaran IPS tidaklah harus mengajarkan keyakinan atau
pandangan personal, politik, atau sekte tertentu, melainkan dapat menyadarkan
siswa pada kompleks dan dilema nilai pada satu isu, mempertimbangkan keuntungan
dan biaya yang mungkin terjadi pada individu atau kelompok yang potensial dalam
mengambil tindakan, dan mengembangkan pertimbangan yang bernalar, yang
konsisten dengan nilai-nilai sosial politik yang demokratis.
Belajar dan
pembelajaran IPS akan bersifat menantang apabila siswa terpancing rasa ingin
tahunya untuk mencapai tujuan belajar baik secara individual, group, maupun
klasikal; guru mencontohkan semangat untuk mencapai tujuan belajar dan
berwawasan luas dalam melakukan inkuiri, dan menggunakan strategi pembelajaran
yang dapat memotivasi siswa untuk menunjukkan kualitas.
Akhirnya, pembelajaran IPS haruslah dapat membuat siswa
belajar aktif di mana terjadi proses berpikir reflektif dalam pengambilan
keputusan; siswa mengembangkan pemahaman baru melalui proses konstruksi
pengetahuan secara aktif; terjadi wacana yang interaktif yang memfasilitasi
pengkonstruksian makna yang diperlukan untuk mengembangkan pemahaman sosial
yang penting.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar